life is like metamorphose, you develop from the simplest one for being the best

karena beliau pun mengingatnya...

on Sabtu, 19 November 2011
Orang bilang anakku seorang aktivis, dengan segudang aktivitas yang disebutnya amanah umat.

Orang bilang anakku seorang aktivis, tapi bolehkah aku sampaikan padamu nak? menurut Ibu, engkau hanya seorang putra kecil ibu yang lugu.

Anakku, sejak mereka bilang engkau seorang aktivis, ibu mematut diri menjadi ibu seorang aktivis. Dengan segala kesibukkanmu, ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan sesuatu yang bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia? Sungguh setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak, tanpa pernah ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang sia-sia.

Anakku, kita memang berada disatu atap, di atap yang sama saat dulu engkau bermanja dengan ibumu ini. Tapi kini dimanakah rumahmu nak? ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini. Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu dirumah, dengan penuh doa agar Allah senantiasa menjagamu. Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut. Mungkin tawamu telah habis hari ini, tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu yang begitu merindukanmu. Lagi-lagi ibu terpaksa harus mengerti, bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan untuk tersenyum, sekedar untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja, katamu sedang sibuk mengejar deadline. Padahal, andai kau tahu, ibu ingin sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini, ingin mendengar cerita ceriamu hari ini, memastikan engkau baik-baik saja, memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih tahu. Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau nak, tapi bukankah aku ini ibumu? yang 9 bulan waktumu engkau habiskan didalam rahimku.

Anakku, ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk. Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib organisasimu, engkau mengatur segala strategi untuk mengkader anggotamu. Engkau nampak amat peduli dengan semua itu, ibu bangga padamu. Namun, sebagian hati ibu mulai bertanya, kapan terakhir engkau menanyakan kabar ibumu ini nak? Apakah engkau mengkhawatirkan ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu? kapan terakhir engkau menanyakan keadaan adik-adikmu? Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari anggota organisasimu nak?

Anakku, ibu sungguh sedih mendengar ucapanmu. Saat engkau merasa sangat tidak produktif ketika harus menghabiskan waktu dengan keluargamu. Memang nak, menghabiskan waktu dengan keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan tugas yang harus kau buat, tak juga menyelesaikan berbagai amanah yang harus kau lakukan. Tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu juga nak? bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga harus kau jaga nak?

Anakku, ibu mencoba membuka buku agendamu. Buku agenda sang aktivis. Jadwalmu begitu padat nak, ada rapat disana sini, ada jadwal mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting. Ibu membuka lembar demi lembarnya, disana ada sekumpulan agendamu, ada sekumpulan mimpi dan harapanmu. Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya, masih saja ibu berharap bahwa nama ibu ada disana. Ternyata memang tak ada nak, tak ada agenda untuk bersama ibumu yang renta ini. Tak ada cita-cita untuk ibumu ini. Padahal, andai saja engkau tahu nak, sejak kau ada di rahim ibu tak ada cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita dan agenda untukmu, putra kecilku..

Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka, mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesional. Boleh ibu bertanya nak, dimana profesionalitasmu untuk ibu? dimana profesionalitasmu untuk keluarga? Dimana engkau letakkan keluargamu dalam prioritas yang kau buat?

Mungkin, waktumu terlalu mahal nak. Sampai-sampai ibu tak lagi mampu untuk membeli waktumu agar engkau bisa bersama ibu..

Bukan judgement bahwa seorang aktivis sering melupakan satu amanah terpenting untuk keluarga mereka, karena saya yakin, aktivis yang paham, mereka pasti mengamalkan dan melaksanakan semua aturan dan ajaran ini secara kaffah. semoga bisa menjadi satu tamparan dan pemantik kita untuk lebih mengingat lagi posisi kita dalam keluarga.

Di kampus aktivis? betul. Namun, dalam keluarga, kita adalah tetap seorang anak yang harus bisa membagi prioritas dan membagi perhatian untuk orang terkasih.

Waktu dan ketetapan Allah tak mundur sedetik dan tak maju sedetik pun. Dan hingga saat itu datang, jangan sampai yang tersisa hanyalah penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu tuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai. Sampaikanlah dan nyatakanlah cinta dan kasih sayang mu untuk mereka.

Untuk mereka yang kasih sayangnya tak kan pernah putus, untuk mereka sang penopang semangat juang kita. Saksikanlah Ibu, Ayah, tak ada yang lebih berarti dari ridhamu atas segala aktivitas yang ananda lakukan ini. Karena tanpa ridhamu, Mustahil kuperoleh ridha-Nya

Because He knows what you need

on Sabtu, 12 November 2011

Cerita tentang Anisa, gadis kecil yang berusia lima tahun. Suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket. Ketika sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebuah kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan tergantung dalam sebuah kotak pink yang sangat cantik. Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya. Tapi, dia tahu, pasti Ibunya akan keberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia sudah berjanji tidak akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli. Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki cantik. 

Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya bertanya. 
"Ibu, bolehkah Anisa memiliki kalung ini? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... " 
Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa. Dibaliknya tertera harga Rp 15,000. Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan penuh harap dan cemas. Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia tak mau bersikap tidak konsisten. 
"Oke, Anisa, kamu boleh memiliki Kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi. Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu, Ibu akan potong uang tabunganmu untuk minggu depan. Setuju ?" 
Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya.
"Terimakasih..., Ibu"

Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalung itu membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak pernah lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur. Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau berenang. Sebab,kata ibunya, jika basah, kalung itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau. Setiap malam sebelum tidur, ayah Anisa membacakan cerita pengantar tidur.

Pada suatu malam, ketika selesai membacakan sebuah cerita, Ayah bertanya
"Anisa, Anisa sayang Enggak sama Ayah ?"
"Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah !"
"Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu"
"Yah, jangan dong Ayah! Ayah boleh ambil "si Ratu" boneka kuda dari nenek! Itu kesayanganku juga"
"Ya sudahlah sayang, ngga apa-apa !"
Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar Anisa.

Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi,
"Anisa, Anisa sayang nggak sih, sama Ayah?"
"Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah?".
"Kalau begitu, berikan pada Ayah Kalung mutiaramu."
"Jangan Ayah. Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie ini"
Kata Anisa seraya menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya bermain. Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk ke kamarnya, Anisa sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua tangannya tergenggam di atas pangkuan. air mata membasahi pipinya.
"Ada apa Anisa, kenapa Anisa ?"
Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangannya. Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya
"Kalau Ayah mau ambillah kalung Anisa"
Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan sebentuk kalung mutiara putih, sama cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa.
"Anisa, ini untuk Anisa. Sama bukan? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau"
Ya, ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.

Demikian pula halnya dengan Allah S.W.T. terkadang Allah meminta sesuatu dari kita, karena Allah berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik, menggantikan dengan sesuatu yang kita butuhkan. Namun, kadang-kadang kita seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa, menggenggam erat sesuatu yang kita anggap sangat berharga, dan tidak ikhlas jika harus kehilangan. Untuk itulah perlunya sikap ikhlas, karena kita yakin tidak akan Allah mengambil sesuatu dari kita jika tidak akan menggantinya dengan yang lebih baik. Karena Allah tau yang terbaik untuk kita. Bersyukur lah karena Allah masih belum meminta satu kenikmatan terbesar dari kita, yaitu kenikmatan dapat bernapas sampai saat ini :D

Fighting for...

on Senin, 19 September 2011

Entah kenapa akhir-akhir ini hobi lama bersemi kembali, yao, menulis sesuatu yang semoga bisa menjadi sumber kobaran api semangat teman-teman semua :)
masih ingat kah cerita pengantar tidur kita sewaktu kecil? yang diceritakan oleh sang ibunda tersayang dan tercantik atau oleh ayah terkasih dan terganteng? :)

Cerita tentang seekor katak kecil yang ternyata lebih gahul dan unggul dibandingkan dengan teman-temannya yang lain? kok bisa sih? ya bisa lah, ini nih lengkapnya..
jadi, suatu hari ada sekumpulan katak-katak kecil yang lagi berlomba-lomba, tujuannya adalah mencapai puncak sebuah menara yang sangat tinggi. Penonton berkumpul mengelilingi menara untuk menyaksikan perlombaan tersebut dan memberikan semangat kepada para katak mungil. Perlombaan pun dimulai...

Secara jujur, tak satupun penonton benar-benar percaya bahwa katak-katak mungil akan bisa berhasil mencapai puncak menara. Terdengar ada yang berkata, "Ahhh, jalannya terlalu susahhhhh, mereka tidak akan bisa sampai ke puncak." Ada juga yang berkata, "Tidak ada kesempatan untuk berhasil, menaranya terlalu tinggi...!!"

Katak-Katak mungil satu-persatu mulai berjatuhan. Satu-persatu. Kecuali mereka yang tetap bersemangat menaiki menara perlahan- lahan dan semakin tinggi dan semakin tinggi. Penonton terus bersorak, "Terlalu susah!!! Tak seekor pun yang akan berhasil!!!" Dan lebih banyak lagi katak mungil yang lelah dan menyerah.

Tapi ternyata ada SATU yang tetap melangkah hingga semakin tinggi dan mendekati puncak. Dia tak kenal menyerah. Akhirnya yang lain telah putus asa untuk menaiki menara. Kecuali  seekor katak kecil yang usahanya begitu keras dan menjadi satu-satunya yang BERHASIL sampai ke PUNCAK.

Semua katak kecil yang lain ingin tahu bagaimana katak ini bisa melakukannya. Seekor peserta bertanya bagaimana cara katak yang berhasil itu mempunyai kekuatan untuk mencapai tujuan. Ternyata, katak yang menjadi pemenang itu tuli.

Nah lhohh, jangan sekali-kali menghiraukan kata-kata orang lain yang mempunyai kecenderungan negatif ataupun pesimis terhadap apa yang mau kita raih. Karena mereka akan mengambil sebagian besar mimpi kita dan menjauhkannya dari kita. Karena segala sesuatu yang kita dengar dan kita baca sangat mempengaruhi psikologis dan perilaku kita!
 
Makanya, kita harus selalu tetap positive thinking, Jadikanlah apa yang orang lain katakan kepada kita menjadi sebuah batu sandungan atau pijakan untuk melompat lebih tinggi. :) :) :)

Apa Untungnya?

on Sabtu, 17 September 2011

masih ingat cerita seorang kakek yang sangat rajin membaca Al-Qur’an tiap pagi? Dia selalu duduk di kursi dapur dan tentunya membaca Al-Qur’an.
Cucu laki-lakinya mencoba meniru sang kakek, dengan membaca Al Qur’an tiap pagi. “Kakek, saya mencoba membaca Al-Qur’an seperti kakek, tapi saya tidak pernah bisa mengerti. Setiap saat, saya membaca untuk memahami, tapi setiap saya selesai membacanya dan menutup Al-Qur’an, saya selalu lupa lagi. Apa untungnya  Saya membaca Al-Qur’an ini?“.  
Sang kakek terdiam, dan menjawab, “Tolong ambilkan Kakek air dari sungai demgan keranjang ini, bawakanlah kakek sekeranjang air“.
Sang cucu menuruti permintaan kakek. Dia mengambil air dari sungai dengan keranjang, Tapi, sesampai di rumah kakeknya, air itu selalu habis karena dibawa dengan keranjang. Kakek tertawa, dan mengatakan dia harus lebih cepat lagi membawanya. Sang cucu berlari dengan cepat, tetapi tetap saja keranjang itu kosong sebelum dia sampai di rumah. Sang Cucu Kehabisan tenaga, Dia mengatakan bahwa tidak mungkin membawa sekeranjang air, lalu dia mencoba mengambil sebuah ember untuk mengambil air. Kakek itu berkata, ” Kakek tidak mau seember air, tapi sekeranjang air, Kau belum berusaha keras melakukannya cucuku“. 
Meskipun si Cucu tahu dan sadar bahwa itu adalah hal yang sangat tidak mungkin, namun Dia tetap membawakan sekeranjang air secepat mungkin dengan berlari lebih cepat lagi demi kakek, tapi tetap saja air itu habis sebelum sampai rumah. “Kakek, ini sama sekali tidak ada gunanya!” Kata Sang Cucu  dengan kesal. Kakek tersenyum, “Jadi Engkau Pikir, Ini Tidak Berguna? Coba perhatikan keranjang ini…“. Sang Cucu memperhatikan keranjang yang Dia bawa, dan dia sadar, bahwa keranjang  itu sangat berbeda sekarang.
Keranjang tersebut sudah berubah, dari keranjang yang kotor menjadi keranjang yang sangat bersih sekarang, luar dan dalam. Subhanallah. “Cucuku, itulah yang terjadi saat kita membaca Al-Qur’an, Engkau mungkin tidak dapat mengerti dan mengingat segalanya, tapi ketika engkau terus membacanya, kau akan berubah menjadi lebih bersih, luar dan dalam. Dan Itulah Cara ALLAH membersihkanmu, selain itu, lihat lah ke belakang, jalanan yang tadinya kering sampai-sampai tanaman enggan untuk menampakkan kecantikannya, telah kamu sirami tanpa sengaja, dan suatu saat, benih-benih tersebut akan bertunas menjadi sesuatu yang bermanfaat karena telah mendapatkan manfaat dari air yang kamu bawa cucuku,” tutur kakeknya. Sejak saat itu Sang Cucu berjanji akan mengkhatamkan 30 Juz minimal 1 kali dalam sebulan sebagaimana Sunnah Rasulullah SAW.

Everything is Achievable Through Education

on Minggu, 26 Juni 2011
“Setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan”
-Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1-

Jika ditilik lagi, masih banyak undang-undang terkait yang mendasari bahwa hak untuk mendapatkan pendidikan itu tidaklah hanya terbatas untuk kalangan ber-DUIT saja. Pun saya juga percaya, kenapa tidak? Kita bangsa yang beradab, tahu bahwa negara ini berdiri atas dasar undang-undang. Namun semakin maraknya pembangunan digaungkan, semakin marak pula anak-anak putus sekolah. Alasannya? Apalagi kalau bukan karena ekonomi. Benar sekali, ekonomi telah menjadi salah satu faktor penghambat anak-anak Indonesia untuk dapat merasakan manisnya bangku sekolah untuk meraup berjuta-juta ilmu yang dihamburkan oleh seorang pahlawan yang sarat akan jasa dan (sekarang) sarat pula akan tanda jasa.

Memang tidak salah dan tidak bisa disalahkan, bahwa masalah pendidikan yang bagus tidak bisa terlepas dari fasilitas yang membutuhkan banyak biaya. Sekali lagi, sangat banyak biaya. Bahkan untuk menjawab pertanyaan teman-teman saya “mau kuliah dimana?” saja, saya sangat ciut kalau harus menjawab “ITB”, karena memang dulu di mata dan telinga saya, ITB itu “mahal”.

Imbasnya, saya hanya bisa menyimpan “ITB” dalam angan-angan saya paling dalam. Cuma bisa mencuri-curi mecari info tentang ITB lewat situsnya (www.itb.ac.idwww.usm.itb.ac.id, red). Karena memang belum ada link sama sekali untuk mendapatkan informasi secara langsung tentang ITB. Belum ada alumni dari sekolah saya (MAN 3 Kediri, red) yang mengambil kuliah di ITB. Entah kenapa, saya juga kurang paham, padahal jika mereka mau mencoba saya yakin pasti bisa menembus soal-soal USM yang katanya bikin sakit perut dan kepala selama berhari-hari itu. Saya juga tidak punya cukup nyali untuk bertanya ini-itu tentang ITB kepada guru konseling. Akhirnya saya memutuskan untuk mendaftar di universitas yang masih berada di lingkup pengawasan orang tua secara langsung, alias tidak jauh-jauh dari rumah, masih berada di sekitar Jawa Timur. Saya mendaftar jurusan teknik kimia I*S yang berada di kota Surabaya melalui jalur beasiswa dan jurusan farmasi UG* yang berada di Jogjakarta juga melalui jalur beasiswa (PBUTM). Namun entah mengapa saya merasa tidak ada rasa yakin kalau berkas yang saya kirimkan bakal lolos, ditambah lagi bapak saya bilang “kalau kuliah ambil jauh, sekalian saja di Bandung, ada sanak di sana (disesuaikan dengan bahasa indonesia)”. Setelah saya mendaftar di I*S dan UG*, saya tidak berhenti untuk terus berdoa, “Ya Allah, apabila ini adalah yang terbaik untuk ku, maka permudahlah, apabila ini bukan yang terbaik untukku, maka gantilah dengan yang lebih baik”.

Suatu ketika, di warnet sekolah yang biasanya diisi oleh siswa yang suka chatting sesama temannya yang berada di warnet yang sama pula, saya membuka browser internet explorer, yang memang lagi ngetrend-ngetrendnya di jaman itu. Lalu saya buka halaman google dan memasukkan kata kunci “beasiswa s1”. Sengaja saya mengeklik link teratas yang ada kata-kata ITB nya. Dan ternyata, tidak pernah disangka pula, akhirnya saya kuliah di ITB sampai sekarang ini. Saya berusaha dan mencoba untuk mendaftarkan berkas-berkas saya ke panitia Beasiswa ITB Untuk Semua (BIUS). Karena situs yang saya buka ternyata informasi pendaftaran Beasiswa ITB Untuk Semua, a.k.a BIUS, seperti yang biasa teman-teman dan saya menyebutnya. Syarat-syarat telah terpenuhi. Tidak ketinggalan, selembar essay ikut melayang terbang ke Bandung bersama berkas yang lainnya melalui jasa Pos Indonesia yang sekarang pamornya telah tertimbun oleh kehadiran teknologi, namun fungsinya tetap tidak tergantikan dalam hal mengirim dokumen-dokumen penting seperti yang tersebut di atas. Setelah mencoba mengirimkan berkas-berkas tersebut, lagi-lagi saya hanya bisa meminta dan terus berharap kepada Allah, “Ya Allah, apabila ini adalah yang terbaik untuk ku, maka permudahlah, apabila ini bukan yang terbaik untukku, maka gantilah dengan yang lebih baik”. Karena saya yakin, keputusan dari Allah adalah sebaik-baik keputusa

Ikhtiar dan do’a pun terjawab oleh Allah. Meskipun tidak berharap lebih seperti sebelumnya (saat mendaftar di I*S dan UG*), ternyata keinginan orang tua dan saya pribadi dikabulkan oleh Allah. Saat detik-detik pengumuman, saat dimana beribu-ribu calon mahasiswa ITB berbondong-bondong untuk nonton bareng pengumuman hasil USM, saya tidak ada hasrat untuk ikut nobar tersebut. Saat relawan kring-kring saya, mbak Neni yang setia meng-kring-kring saya kapanpun saat dibutuhkan, meminta saya memberikan nomor registrasi dan nomor USM karena beliau mencoba membantu untuk melihatkan hasil USM tersebut. Pun rasa malu atau sedih kalau-kalau hasilnya tidak sesuai harapan sama sekali tidak terpikir. Monoton, datar, mengalir begitu saja. Tiba-tiba bagai serangan fajar di pagi hari, mbak Neni bilang kalau saya diterima di sekolah farmasi. “Alhamdulillah”, hanya ini yang bisa keluar dari pita suara. Tetap biasa saja. Sampai akhirnya besoknya saya baru melihat sendiri kalau ternyata saya memang diterima di ITB. “Alhamdulillah”, lagi-lagi hanya itu yang bisa keluar dari pita suara. Sempat terlintas, “untung dulu pernah nyasar di situs pendaftaran BIUS”, alhamdulillah segera tersadar bahwa sebenarnya bukan karena link itu atau karena keberuntungan saya bisa kuliah di ITB ini, bahwa ini telah ditakdirkan oleh Allah. Iya, ini adalah takdir dari Allah yang harus saya perjuangkan. Sekali lagi, HARUS SAYA PERJUANGKAN!

Benar sekali, perjuangan untuk dapat kuliah di ITB tidak hanya cukup sampai saya lolos USM ITB terpusat saja, karena perjalanan ini masih panjang. Kuliah pun saya baru masih setengah jalan. Ini memang masih sangat panjang. Karena, ini adalah tentang suatu perjalanan, bukan tentang tujuan. Tujuan saya tidak muluk-muluk, saya ingin agar adik-adik saya bisa mendapatkan pendidikan bahkan lebih tinggi dan lebih bagus dari saya. Namun perjalanannya itu lho, subhanallah sekali. Tidak bisa dikatakan mudah untuk bisa masuk dan kuliah di ITB ini, karena perjuangan untuk mencapainya pun juga sangat sulit. Tidak hanya sulit mengerjakan soal USM atau pun soal-soal ujian semesternya (ini pun juga sudah sangat sulit), tapi yang lebih sulit lagi adalah melewati dan meloloskan diri dari ujian kehidupan saat kuliah di ITB ini, banyak sekali ujian (atau cobaan?) yang saya hadapi saat kuliah dan hidup di sini.

Bagaimana saya bisa kuat? Itu yang biasanya sering terlintas dan tidak pernah saya jawab sendiri. Saya hanya berusaha merubah frame pikir saya, bahwa ujian-ujian itu akan membuat saya lebih kuat dari sebelumnya.
“Allah tidak akan memberikan ujian kepada hamba-Nya, melainkan agar dia menjadi lebih kuat dari sebelumnya, menjadi lebih sabar dari sebelumnya, dan menjadi lebih dewasa dari sebelumnya.”
Sama seperti ujian pada umumnya, semua ujian adalah untuk meluluskan, dan bukan meloloskan, seseorang ke tahap yang lebih tinggi. Yang terpenting adalah kita harus mampu untuk melewatinya. Satu-satunya cara adalah berusaha dan terus berjuang serta tak lupa berdoa kepada Allah agar kita bisa terlatih sehingga akan mudah untuk melewati semua ujian yang kita hadapi.

Satu kunci yang selalu saya pegang adalah “YAKIN”. Ya, kita harus yakin terhadap semua yang kita lakukan, karena Allah itu ada dalam prasangka hamba-Nya. Yakin bahwa semua hasil usaha yang kita lakukan adalah yang terbaik yang diputuskan oleh Allah untuk kita. Kalau menurut kita hasilnya tidak sesuai dengan keinginan kita, itu berarti hasil yang kita inginkan bukanlah yang terbaik untuk kita.

Just believe Allah, and you will know how enjoying your live. InsyaAllah
Thanks Allah, thanks BIUS, thanks all :D

calendar

clock

Profil

Foto saya
Seorang hamba Allah yang senantiasa berusaha meningkatkan kapasitas diri untuk menjadi lebih baik, agar tidak termasuk ke dalam golongan orang yang merugi

Sahabat Yang Telah Bertamu

Serpihan Cerita

Diberdayakan oleh Blogger.

ayat hari ini

"Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik." (QS. AL ISRA:19)

label

puzzle

cari